Sejarah Desa kaligintung yang ada sekarang berawal dari zaman akhir Kerajaan Majapahit, kurang lebih abad XIV. Ketika itu Kesultanan Demak mulai menanamkan pengaruhnya di dalam birokrasi Kerajaan Majapahit. Di masa itu, kearajaan Majapahit mulai melemah akibat perang saudara (Paregrek). Akhirnya perkembangan Islam semakin meluas dan merambah masuk ke dalam istana Majapahit. Hal ini terjadi karena hadirnya Raden Patah, Putra Brawijaya dengan Putri Champa/Cina.
Munculnya Demak di kancah politik belum dikhawatirkan akan mempengaruhi Majapahit. Akibatnya tidak ada pengawasan khusus kepada Demak oleh Majapahit, sehingga Raden Patah semakin bebas untuk memperkuat wiayahnya. Dalam memegang pemerintahan, Raden Patah dibantu oleh penyebar agama Islam di tanah Jawa yaitu Wali Songo.
Walisongo sangat terkenal dengan kepiawaiannya dalam penyebaran aagama Islam. Dengan kehebatannya tersebut, Walisongo dapat menanamkan peradaban Islam di lingkungan Istana Kerajaan Majapahit pada waktu itu, baik dari segi ekonomi, sosial, politik, budaya (agama).
Sepeninggal Patih Gadjah Mada dan Hayam Wuruk, tidak ada pemimpin Majapahit yang bias menyatukan kekuasaan dan keluarga istana. Kemerosotan Majapahit dari segi ekonomi yaitu karena sebagian besar masyarakatnya bertani, yang mana hal ini tergeser masyarakat Islam yang terpusat di Pantai Utara Jawa dengan mata pencaharian sebagai pedagang dengan penghasilan jauh lebih besar daripada sekedar bertani.
Dari segi sosial, waktu itu ajaran Islam menganggap semua manusia itu sama, tidak ada aturan Kasta Brahmana, Ksatria, Waisa, maupun Sudra. Sehingga kemunculan Islam lebih mengangkat orang-orang golongan bawah.
Dari segi politik, terjadi perang saudara yang berlarut-larut berakibat menghancurkan pemerintahan Majapahit. Dari segi budaya, akibat kemerosotan ekonomi, sosial, politik, sehingga acara upacara keagamaan mulai berkurang, otomatis pembangunan candi sebagai simbol kekuatan mulai berhenti.
Dengan adanya kelemahan itu akhirnya Demak berhasil menundukkan Kerajaan Majapahit. Peperangan tersebut mengakibatkan para kerabat keratin Majapahit banyak menyingkir. Sebagian masyarakat dan punggawa Kerajaan Majapahit menyingkir ke daerah Gunung Bromo atau lereng Gunung Tengger. Kemudian bersatu, yang sekarang menjadi masyarakat Hindu-Bali. Sebagian lagi melarikan diri ke daerah barat. Dari sini kita bisa mengetahui cikal temurun bahwa ada 3 pangeran yang menyingkir ketika Demak menyerang Majapahit. Tiga pangeran itu adalah:
- Syeh Dalmodal atau lebih dikenal dengan Ki Kebo Kenongo (di Desa Kaligintung)
- Kendil Wesi ( di Makam Kedundang)
- Pager Wojo ( di Bulu Seling)
Asal usul desa/legenda desa
Tertulis/ terdengar cerita daerah pedesaan yang subur, tumbuhan yang menghijau, di atas tanah datar yang ditumbuhi pohon dan semak belukar, hiduplah sekelompok mayarakat rukun dna damai, meskipun penduduk dalam kehidupan primitive, Desa Kaligintung orang menyebutnya. 1 Km kea rah timur dari Kota Temon, Desa Kaligintung, lama-kelamaan menjadi ramai dengan adanya pendatang yang ingin menetap dan tinggal di Desa itu. Desa Kaligintung sudah terkenal di kalangan penduduk atau desa sekitar, bahkan terdengar sampai ke luar Kota Kabupaten. Konon cerita, di desa ini dihuni sebangsa makhluk halus yang mneyerupai anak kecil mencari yuyu (sejenis kepiting) dan katak pada malam hari. Anehnya, dari kepala makhluk ini keluar api yang menyala-nyala bagai obor (seperti janggitan). Makhluk ini menampakkan diri pada malam hari dan berlokasi di sebelah Selatan (sekitar Tanah Bengkok Kepala Desa).
Dari hari ke hari, cerita ini tersebar ke seluruh manca desa. Banyak orang penasaran atas cerita ini, sehingga tidak sedikit orang ingin membuktikannya. Kegemparan cerita ini akhirnya sampai di telinga para pejabat. Tak khayal lagi para pejabar saat itu ingin membuktikannya dengan disertai para punggawa (prajurit).
Waktu menyaksikan sudah tiba, setelah habis maghrib menjelang tengah malam, rombongan sudah tak sabar lagi terjun ke sawah, apa yang mereka lihat? Mereka melihat sendiri beberapa anak kecil di ubun ubun kepalanya keluar api bagai obor, sedang mencari makanan. Para punggawa tidak percaya dengan pemandangan ini, merasa terancam dan takut atas kejadian yang dilihatnya, dilepaslah tembakan mengarah ke makhluk itu. Anehnya bukan malah hilang/ mati, tetapi sebaliknya, makhluk (janggitan) itu berubah menjadi banyak sehingga memenuhi satu petak sawah. Tidak percaya dengan kejadian yang dilihatnya setelah tembakan pertama, para punggawa melepaskan tembakan ke dua. mereka tambah terperanjat karena janggitan menjadi tambah banyak dan tak terhitung, memenuhi satu petak sawah. Akhirnya, di hamparan sawah yang gelap, berubah menjaid terah oleh cahaya janggitan itu.
Setelah kejadian itu, Desa Siti Raja makin termasyur. namun bukan Siti rajanya, tetapi kata Janggitan (KALIGINTUNG) yang identik dengan makhluk halus (hantu). Kepopuleran KALIGINTUNG menenggelamkan nama Desa Siti Rejo, sehingga oleh para pejabat pada saat itu, Desa Siti Rejo diganti dengan nama Desa KALIGINTUNG.
Tradisi yang muncul Setiap tahun setelah era perubahan terjadi, yaitu perubahan menghapus mitos makhluk seram yang bernama KALIGINTUNG yang konon mengeluarkan api di kepalanya yang menyebabkan daerah tersebut menjadi terang benderang karena makhluk aneh tersebut.
Tetapi kenyataan itu sekarang sudah berubah, justru para warga KALIGINTUNG yang dimotori oleh para perangkat desa, tokoh, masyarakat dan pemuda, bersatu untuk mengubah KALIGINTUNG menjadi ikon baru yang terang benderang di era modern.
Dan benar dari diskusi itulah, seluruh elemen masyrakarat dapat mengubah image yang dulu membodohkan dan bersifat menakut-nakuti, akhirnya terjawab oleh para professional muda untuk menciptakan brand baru KALIGINTUNG yang semula terang karena makhluk aneh, dirubah terang benderang dnegan gebyar kembang api dalam setiap ultah Desa KALIGINTUNG dan program 300 lampu di seluruh penjuru Desa KALIGINTUNG. Dengan demikian, terang benderanglah desa KALIGINTUNG di era modern.