You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Kalurahan KALIGINTUNG
Kalurahan KALIGINTUNG

Kap. Temon, Kab. Kulon Progo, Provinsi DI Yogyakarta

Sugeng Rawuh Wonten Ing Kalurahan Kaligintung Kapanewon Temon Kabupaten Kulon Progo -- >

Pernikahan Dini Masih Marak di Kulon Progo

Administrator 03 Desember 2019 Dibaca 766 Kali

 Praktik pernikahan usia dini di Kulon Progo terbilang masih marak terjadi. Tren terbarunya, pernikahan itu dilakukan oleh remaja laki-laki. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (PMD Dalduk KB) Kulon Progo mencatat, pada 2018 lalu terdapat 27 kasus pernikahan dini. Angka ini terbilang menurun dibanding 2017 yang ada 46 kasus, 2016 sebanyak 41 kasus, 2015 ada 41 kasus, maupun 2014 sejumlah 49 kasus.

 Adapun jumlah kasus tertinggi ada di 2013 sebanyak 68 kasus dan di 2012 sebanyak 60 kasus. Dari angka-angka tersebut, terdapat tren bahwa pernikahan dini dilakukan oleh para remaja pria berusia kurang dari 18 tahun.Para remaja itu menikahi perempuan berusia lebih tua darinya karena kondisi kehamilan tidak diinginkan (KTD).

 "Data ini kami dapatkan dari Pengadilan Agama dan disebutkan bahwa 99 persen pernikahan dini ini karena kondisi perempuannya sudah hamil duluan. Jadi, remaja laki-laki ini menikahi perempuan yang lebih tua," kata Kepala Bidang Pengendalian Penduduk, DInas PMD Dalduk KB Kulon Progo, Mardiya pada Senin (2/12/2019).

Menurut Mardiya, setidaknya ada dua faktor utama yang melatarbelakangi masih adanya pernikahan dini dan KTD tersebut. Yakni, faktor ekonomi dan kemiskinan. Praktik pernikahan dini umumnya terjadi pada anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.

Masih ada sebagian masyarakat yang berpola pikir bahwa pernikahan itu akan menyelesaikan masalah ekonomi keluarga karena anak bersangkutan sudah lepas dari tanggungjawab orangtua selepas menikah.

 Namun, imbuh Mardiya, realitanya justru berkebalikan. Anak yang menjalani pernikahan dini, apalagi karena keterpaksaan akibat kehamilan tidak diinginkan, cenderung belum bisa mandiri sehingga mereka akan kembali menggantungkan hidupnya kepada orangtua dan menjadi beban ekonomi tersendiri.

Misalnya, untuk biaya membeli susu bayi mereka akan minta bantuan orangtuanya. Mereka kemudian menjadi lebih rentan miskin secara ekonomi.

"Jurang kemiskinan semakin meningkat kalau anak dipaksa menikah dini. Selain itu, perkembangan teknologi juga turut berandil karena remaja menjadi lebih suka coba-coba tanpa pengawasan orangtua,"kata Mardiya.

Hal lain yang juga menghantui pernikahan dini adalah perceraian karena belum kuatnya komitmen di antara pasangan muda ini dalam berumah tangga selain juga masalah ekonomi.

Mardiya bahkan menyebut ada kecenderungan bahwa perceraian di kalangan pasangan muda yang menikah dini ini bisa lebih tinggi angkanya dibanding pasangan yang menikah pada usia ideal.

Adapun di 2018 lalu, Kulon Progo memiliki 698 kasus perceraian dari total perkawinan sebanyak 5.936 atau sebesar 11,76%. Mardiya menyebut ini merupakan persentase tertinggi di DIY karena Kabupaten/Kota lainnya dalam kisaran 2-7% saja. "Angka ini termasuk perceraian yang tua-tua juga. Namun, yang menikah dini memang ada kecenderungan bercerai dan mungkin persenannya lebih tinggi,"kata Mardiya.

Sejumlah upaya dilakukan Dinas PMD Dalduk KB Kulon Progo untuk menangani praktik pernikahan dini maupun tingginya angka perceraian tersebut. Di antaranya menggerakkan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) dan membentuk Klinik Ketahanan Keluarga.

PIK-R saat ini sudah ada 59 kelompok di berbagai desa dan digerakkan sebagai wadah bagi remaja dalam mengisi hari-hari mudanya dengan kegiatan positif. Antara lain dengan pengetahuan kesehatan reproduksi, keterampilan life skill, outbound, literasi, dan lainnya.

Sedangkan Klinik Ketahanan Keluarga dibentuk pada 2018 lalu sebagai sebuah lembaga konsultasi keharmonisan keluarga. Di dalamnya terdapat delapan konselor untuk bidang keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan dan keamanan, reproduksi, pendidikan, ekonomi, dan lingkungan.

Para konselor berasal dari tokoh-tokoh masyarakat di bidang terkait dengan koordinasi oleh Kepala Desa. Saat ini, klinik tersebut sudah berdiri di Desa Sogan, Kecamatan Wates, Depok (Panjatan), Turtorahayu (Galur), Giripurwo (Girimulyo), dan Pagerharjo (Samigaluh). "Ke depan kita rencanakan di tiap kecamatan ada 1 desa dengan klinik ketahanan keluarga dan lebih banyak lagi PIK-R berdiri,"kata Mardiya. (tribunjogja.com)

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image