Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara telah resmi mengeluarkan surat edaran terkait pelayanan jasa penerbangan.
Surat edaran tersebut telah ditanda tangani per 17 April lalu. Sebagai wujud percepatan penanganan Covid-19, pembatasan moda transportasi pesawat pun dibatasi.
Meski pembatasan penerbangan resmi diberlakukan, dalam surat yang ditanda tangani Dirjen Perhubungan Udara, Novie Riyanto mengarahkan agar menjaga ketersediaan untuk keperluan tertentu.
Misalnya, dalam surat itu menyebut, pergerakan bandara hanya diperbolehkan untuk palayanan in-flight emergency, technical stop, cargo, humanitarian, medical evacuation, repatriation, misi perserikatan bangsa-bangsa, dan keberlangsungan rantai pasokan global.
Arahan itu pun telah menyesuaikan peraturan dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional atau Internatoonal Civil Aviation Organization (ICAO)
Merespon hal itu, General Manager (GM) PT. Angkasa Pura I Yogyakarta, Agus Pandu Purnama mengatakan, pihaknya sudah mengetahui peraturan kementerian tersebut.
PT Angkasa Pura I pun telah menyediakan kantung parkir yang dapat menampung 60 pesawat, untuk merespon pembatasan penerbangan tersebut.
"Karena kalau memang benar-benar Stop Flying akan banyak pesawat parkir. Jadi kami sudah siapkan itu. Kapasitas 60 pesawat," katanya saat dihubungi Tribunjogja.com, Kamis (23/4/2020).
Dalam surat edaran Kementerian Perhubungan Udara tersebut, pemerintah hanya memperbolehkan 9 bandar udara di wilayah Indonesia, termasuk YIA Kulon Progo.
Meski begitu, Pandu mengaku siap jika Bandara Adisutjipto juga digunakan untuk keperluan emergency.
"Dua-duanya siap. Meski pun hanya satu saja yang diperuntukkan," tegas dia.
Izin Terbang Hanya Bagi Maskapai Milik BUMN?
Secara detail, aturan kementerian memang sedang dibahas mengenai petunjuk dan teknisnya.
Menurut Pandu, sampai saat ini pihaknya masih menanti keputusan dari pemerintah pusat.
Namun ia memastikan, penerbangan akan menyesuaikan kebutuhan.
Dalam hal ini, jika memang penerbangan hanya untuk membawa logistik, maskapai swasta pun tentu akan dilibatkan.
"Secara detail masih dalam pembahasan. Tapi ya, namanya untuk menampung logistik maskapai swasta kelas medium ke bawah saja bisa kan. Tentu bisa lah," terangnya.
Berbeda dengan keperluan kunjungan kenegaraan dan yang lainnya, tentu penggunaan maskapai akan menyesuaikan kebutuhan penugasan.
Misalnya untuk kunjungan dinas seringkali penggunaan pesawat antara kelas medium hingga premium.
Ia melanjutkan, dari total 157 maskapai yang ada di YIA, hanya 20 hingga 30 saja yang diizinkan bergerak.
Sementara hal yang tak kalah memprihatinkan, pihak bandara masih menyiapkan refund atau pengembalian pembelian tiket pesawat.
PT Angkasa Pura I telah menyiapkan 96 meja pelayanan bagi para maskapai untuk keperluan pengembalian tiket tersebut.
"Sudah kami siapkan fasilitasnya. Namun untuk teknisnya masih akan kami bahas dengan para pemilik maskapai. Kemungkinan akhir April nanti sudah bisa dikembalikan pembelian tiket tersebut," tegasnya.
Termasuk jumlah pembatalan, sampai saat masih belum diketahui.
Namun, Pandu memperkirakan jika perharinya 1500 keberangkatan selalu habis terjual.
Jika angka tersebut dikalikan selama dua minggu kemarin, bisa mencapai 18.000 pengembalian tiket.
"Tinggal dikalikan saja selama dua minggu kemarin. Karena paling parah itu dua minggu kemarin. Namun, angka pastinya masih belum ada. Karena pengembalian tiket baru kami bahas dengan pihak maskapai saat ini," sambungnya.
Secara prinsip, PT Angkasa Pura I menyesuaikan keputusan dan arahan pemerintah pusat.
Namun, yang menjadi persoalan nantinya apakah ada insentif bagi perusahaan maskapai yang harus parkir dan tak ada izin terbang?
"Terkait itu saya masih belum mengetahui. Yang jelas, kami sebagai operator hanya menjalankan arahan pusat," pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)