Beberapa petugas mengecek area apron Bandara Internasional Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, Selasa (23/4). Beragam simulasi dilakukan untuk memastikan kelayakan dan keamanan Bandara Internasional Yogyakarta yang rencananya beroperasi, 29 April.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyebut Bandara Udara Internasional Yogyakarta (YIA) di Kulon Progo, Yogyakarta merupakan bandara pertama yang didukung sistem terpadu mengantisipasi potensi gempa dan tsunami serta cuaca ekstrem.
"Jadi hari ini kita meninjau titik mana pada lantai yang mana, dinding yang mana alat itu harus dipasang. Sehingga nanti semua bisa melihat jika ada gempa langsung bisa terbaca pada layar, berpotensi tsunami atau tidak. Sehingga nanti bisa dilakukan langkah-langkah respons lanjut," kata Dwikorita melalui keterangan tertulisnya, Kamis (13/2/2020).
BMKG sendiri memiliki fasilitas alat pemantau kondisi cuaca di YIA. Sementara sistem pengamatan gempa bumi dan peringatan dini tsunami bandara saat ini sedang memasuki tahap akhir pemasangan.
Sebelumnya BMKG meninjau bandara baru tersebut pada Senin (10/2/2020) lalu. Dwikorita menegaskan peninjauan tersebut dilakukan untuk memastikan alat yang dipasang berada di lokasi yang tepat. Adapun alat yang sudah terpasang di tempat sementara nantinya dipindahkan ke bangunan baru yang dipadukan dengan kebutuhan stasiun meteorologi penerbangan di Bandara YIA.
"Jadi selain alat pemantau kondisi cuaca seperti AWOS, radar, deteksi windshear dan deteksi abu vulkanik akan dipasang juga peralatan monitoring gempa bumi seperti Accelerograph, Intensitymeter dan Sistem Peringatan Dini Gempabumi (EEWS)," jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BMKG beserta rombongan juga meninjau kondisi gedung terminal dan gedung pusat krisis yang dapat difungsikan sebagai shelter evakuasi jika terjadi tsunami.
"Saya rasa ini merupakan salah satu shelter dengan desain yang terbaik. Namun tentu saja harus dilengkapi dengan rencana kontigensi penanggulangan bencana serta melakukan gladi evakuasi atau simulasi sebagai respons terhadap peringatan tsunami, agar pengelola dan pengunjung bandara ini lebih siap untuk mengurangi/mencegah risiko bencana yang ada," papar dia.
Di samping itu, mantan rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menyebut, Bandara YIA dirancang secara seksama sehingga tahan terhadap gempa dengan magnitudo 8,8. Area tersebut juga kuat apabila diterpa tsunami yang diakibatkan oleh gempa di dasar laut.
Menurut dia, YAI merupakan contoh bandara yang paling siap dalam mengantisipasi potensi gempa dan tsunami karena dilengkapi sistem pemantauan gempa bumi dan peringatan dini tsunami.
"Sistem deteksi gempa dan tsunami itu diperkuat dengan sensor accelerometer 1 buah, sensor intensitymeter 2 buah, Earthquake Early Warning System 1 buah. Selain itu, juga sedang disiapkan radar untuk memonitor gelombang tinggi dan tsunami," terangnya.
Adapun, lanjutnya sensor gempa bumi di YIA terhubung dengan jaringan BMKG Pusat di Kemayoran, Jakarta Pusat, dan diperkuat dengan back up sistem di BMKG Denpasar-Bali. Dengan begitu, deteksi gempa dan tsunami dapat dipantau dari jarak jauh serta rekam data aman karena terdapat back up system.
Dia juga menyebut, sistem deteksi gempa dan tsunami di YIA dirancang agar dapat memberi peringatan cepat jika terjadi gempa bumi. Apabila sewaktu-waktu terjadi gempa maka dalam waktu 3 sampai dengan 5 menit dapat segera diketahui posisi pusat gempa, besar magnitudo gempa dan potensi tsunaminya.
"Info gempa dan potensi tsunami secara otomatis dapat terpantau di terminal bandara, kantor BMKG Bandara YIA dan di Crisis Center Bandara YIA, sehingga dapat dilakukan respons segera dengan tepat," tandasnya. (https://www.liputan6.com/)